KONEKSI ANTAR MATERI - KESIMPULAN DAN REFLEKSI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Potret pendidikan
pada zaman kolonial terbatas hanya pada golongan bangsawan saja
atau kelas tertentu. Pendidikan zaman Kolonial hanya diberikan pengajaran
membaca, menulis dan berhitung seperlunya. Dan hanya mendidik orang-orang
pembantu dalam mendukung Usaha Dagang mereka. Sehingga pada tahun 1854 beberapa
bupati menginisiasi agar didirikan sekolah kabupaten untuk mendidik calon
pegawai. Pada tahun yang sama lahirlah sekolah Bumiputera meskipun hanya
mempunyai 3 kelas. Pada tahun 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dan empat
tahun kemudian lahir gerakan emansipasi wanita yang dipelopori oleh R.A kartini.
Gerakan-gerakan nasional ini mendorong perubahan pendidikan secara radikal di Indonesia
yang diprakarsai oleh tiga serangkai yaitu Ki hajar Dewantara, Dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Danudirja Setia Budi (Douwes Dekker).
Lahirnya Taman
Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara
merupakan gerbang emas kemerdekaan dan kebangsaan kebudayaan bangsa. Taman
Siswa hadir sebagai jiwa rakyat untuk
merdeka dan bebas menentukan nasib sendiri dalam berbagai aspek terutama di
bidang pendidikan. Dengan kemerdekaan tercapai pemerataan pendidikan dasar
hingga Perguruan Tinggi ke seluruh pelosok negeri. Hal tersebut merupakan tolak
ukur atau dasar pengembangan pendidikan dan pengajaran Indonesia sampai saat
ini. Atas gagasan Ki Hajar Dewantara, sistem pendidikan Indonesia pada zaman
Kolonial yang cenderung tertutup dan terbatas membawa perubahan ke sistem yang
terbuka, bebas dan merdeka belajar. Untuk menghormati jasa-jasanya tersebut,
maka ditetapkanlah tanggal lahir beliau 2 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional”.
Menurut
ki Hadjar Dewantara pendidikan dan pengajaran adalah usaha persiapan dan
persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat
maupun hidup berbudaya. Pendidikan diartikan sebagai tuntunan dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak. Hidup dan
tumbuhnya anak itu terletak diluar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Mereka
hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri
Pendidik
diibaratkan seorang petani dan peserta didik sebagai padi. Seorang petani hanya
dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara
tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang
mengganggu hidup tanaman padi dan sebagainya. Meskipun tanaman padi dapat diperbaiki,
tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat-iradatnya padi. Misalnya ia tidak akan
dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung. Selain itu ia
juga tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti halnya cara
memelihara tanaman kedelai atau tanaman lainnya.
Bahkan anak
yang sudah baik dasarnya juga masih memerlukan tuntunan. Selain untuk
mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas juga agar dapat terlepas dari
segala macam pengaruh jahat. Mengenai dasar jiwa yang dimiliki anak-anak,
terdapat tiga aliran yang berhubungan dengan soal daya pendidikan, yaitu:
1. Anak yang baru lahir diumpamakan seperti sehelai
kertas yang belum ditulis, sehingga kaum pendidik boleh mengisi kertas yang
kosong itu menurut kehendaknya
2.
Aliran negative, yang berpendapat bahwa anak itu
lahir sebagai sehelai kertas yang sudah diiisi sepenuhnya, sehingga pendidikan
dari siapapun tidak mungkin dapat merubah karakter anak. Pendidik hanya dapat
mengawasi dan mengamati. Pendidikan hanya dapat menolak pengaruh-pengaruh dari
luar, sedangkan budi pekerti yang tidak nampak ada dalam jiwa aak tak akan
diwujudkan
3.
Aliran convergente-theoric mengajarkan bahwa,
anak yang dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang ditulis penuh, tetapi
semua tulisan-tulisan itu suram. Pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa
menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik.
Ki Hadjar Dewantara berusaha membentuk sistem pendidikan di
Indonesia berdasarkan pengembangan ide-ide Frobel dan Montessori. Dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara pendidikan dan pengajaran untuk anak-anak dan remaja
seharusnya dibentuk berdasarkan keinginan dan potensi dari masing-masing siswa.
Peran guru dan orang tua selanjutnya adalah memberikan dukungan dan tuntunan,
sementara anak-anak harus diberikan kebebasan dan kemerdekaan berdasarkan
keinginan mereka. Agar anak-anak dapat mencapai kemerdekaannya secara lahir
batin dan tenaganya, KHD mengajarkan pendidik harus menyatu pada trilogi yaitu Ing Ngarso sung Tulado Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani dan tripusat,
yaitu
·
Pendidikan alam keluarga (asah, asih dan asuh)
·
Pendidikan alam sekolah (ilmu untuk amaliah)
·
Pendidikan alam masyarakat (karang taruna, bakti
sosial, pecinta alam dll)
Sistem Among yang diterapkan oleh
KHD terinspirasi dari kasus KHD di Netherland, yang meninggalkan anaknya di teras rumah sendirian sehingga tanpa sadar anaknya keluar bermain salju hingga
menyebabkan badannya biru dan dirawat di Rumah sakit. Dari kasus inilah muncul
istilah “guru berhamba pada anak” beliau mengajarkan agar selayaknya kita
memerdekaakn anak secara lahir maupun batin.
Berdasarkan
konteks sosial budaya di sekolah tempat saya mengajar bahwa maren yang berarti saling membantu tanpa
pamrih yang sesuai dengan filosofi pancasila menurut KHD yaitu bergotong royon ( kolaborasi, kepedulian dan berbagi). Sosial budaya harus
betul-betul berkarakter Indonesia. Anak akan berkembang maksimal asal selaras
dengan kemajuan kodrat alam (sifat, bentuk,isi dan wirama) dan kodrat zaman
(era 4.0 menuju 5.0).
Setelah
melakukan kegiatan ini ada banyak pengalaman yang saya dapatkan mulai dari
komunitas belajar, mengerjakan LMS, hingga berbagai upaya menerapkan apa yang
saya dapatkan di kelas. Saya yakin bahwa setiap murid memiliki minat dan bakat
yang perlu dikembangkan dan diasah. Dan setelah mempelajari modul ini saya
sedikit banyak mengetahui bagaimana memberikan kesempatan mewujudkan keinginan
dan kebutuhan murid berdasarkan kodrat yang dimiliki anak. Sebelum memahami
modul ini dalam kegiatan pembelajaran di kelas saya lebih berfokus pada anak
yang memiliki akademik dan budi pekerti yang baik, sementara yang lainnya saya
kurang berfokus. Dan setelah mempelajari modul ini juga saya menerapkan dalam
kegiatan pembelajaran dimulai dari membuat kesepakatan kelas sehingga secara
sadar anak tanpa ditegur sudah mengetahui aturan yang telah disepakati dengan
sendirinya anak-anak menjadi lebih teratur dan semangat dalam belajar. Demikian
juga pada kegiatan inti dalam pembelajaran anak-anak dituntut untuk berkolaborasi, bekerjasama dan saling berbagi sehingga anak-anak mulai menemukan cara
belajarnya sendiri yang dapat memunculkan minat dan bakat masing-masing. Terkadang
dalam satu hari mengajar tiga kelas sangat mengeluarkan energi. Setelah saya
menerapkan pembelajaran yang berfokus pada anak, perlahan-lahan saya merasa
nyaman dan mulai melihat keaktifan mereka dalam belajar bahkan yang sebelumnya
tidak aktif sama sekali mulai terlibat aktif dalam pembelajaran, saya hanya menuntun
dan mengawasi mereka ke arah yang lebih baik.
Hukuman fisik yang tidak sesuai |
Setelah
mempelajari modul ini juga mindset saya berubah terutama pada peserta didik
yang selama ini kurang aktif dalam pembelajaran. Saya mulai berfikir bahwa
apa yang telah saya lalui ternyata kesalahan yang fatal seperti dengan hukuman fisik.
Saya dapat belajar bahwa anak yang melakukan pelanggaran akan lebih baik jika
dihadapi dengan pendekatan sosial emosional. Tidak perlu marah-marah atau
menegur salah tetapi memperbaiki yang kurang pada anak agar mereka menemukan
potensi minat dan bakatnya.